Minggu, 19 Februari 2012

"Ayah, Selamat Ulang Tahun…."

Aku melirik jam weker di sebelah bed lamp. Jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku meregangkan otot-ototku yang masih terasa kaku. Aku gerakkan punggungku ke kiri dan kanan untuk membebaskanku bergerak. Hari ini, aku harus sesegera mungkin berangkat ke kantor, atasanku ingin menemuiku. Aku heran mengapa hanya aku saja yang disuruh menemuinya, rekan kantorku yang lain tidak.


            Dengan malas aku melangkahkan kakiku menuju ruang tengah. Terdengar suara seorang wanita sedang bernyanyi di dapur. Angel. Istriku yang tengah hamil enam bulan sedang membuat sarapan untukku. Perlahan aku menghampirinya. Aku memeluknya dari belakang ketika ia mengocok telur.

            “Lagi masak apa?” tanyaku sambil mencumi pipinya.
            “Ini, aku bikin telur dadar buat kamu, sayang.” Jawabnya sambil terus menggerakkan tangannya yang lincah.
            “Oya, semalam ayah kamu telepon, sepertinya dia ingin bicara dengan kamu.” Tambah istriku memulai pembicaraan.
            “Kapan? Kok aku gak tahu?” balasku.
            “Semalam, setelah kamu pulang dari kantor. Ketika aku bilang kamu lagi tidur , ayah kamu mengurungkan niatnya buat ngomong sama kamu, lagian beliau kan tahu kalo kamu lagi tidur, gak mau diganggu, susah dibangunin lagi,” jawabku istriku.
            “Ya, biar aku telepon nanti, mungkin Ayah Cuma ingin tahu kabarku di Bandung,”
*** 
            Namaku Johan, usiaku saat ini 29 tahun. Di usiaku yang masih muda ini, boleh di bilang aku termasuk pemuda yang beruntung. Aku bekerja di salah satu kantor keuangan di Bandung sebagai akuntan. Di antara semua karyawan yang ada di kantor, aku adalah anak kesayangan atasanku. Ia sering memberiku gaji tambahan karena aku biasa mengerjakan pekerjaan tepat waktu dan boleh dibilang memuaskan daripada karyawan yang lainnya. Kesuksesan ini tidak aku dapatkan secara instan dan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Aku masih begitu ingat, betapa semangatnya ayahku yang bekerja sebagai cleaning service untuk membiayaiku sekolah meski aku tahu, penghasil ayah saja pas-pasan untuk makan sehari-hari.
            “Yah, aku mau berhenti sekolah saja,” jawabku suatu ketika, saat aku duduk di bangku kelas dua SMA.
            “Untuk apa?” tanyanya sambil melirikku dengan tatapan kurang setuju.
            “Aku tidak mau Ayah terbebani dengan biaya sekolahku,”
            Ayahku tersenyum, “Kamu gak usah mikir biaya sekolah kamu, itu urusan Ayah. Kalau kamu berhenti sekolah, sama saja kamu mematahkan semangat Ayah. Ayah tidak mau kamu nantinya seperti Ayah yang hanya tamatan SD ini,”
            “Iya, Yah. Tapi, apa Ayah masih sanggup membiayai sekolahku?”
            Ayah mengeluarkan dompet dari kantong celananya, dompet yang lusuh, robek di sana-sini, “Biar dompet Ayah ini sudah tidak layak pakai seperti ini, tapi bisa membiayai kamu sekolah. Ayah akan melakukan apa saja untuk bisa menyekolahkanmu, karena Ayah ingin kamu sukses,” jawabnya sambil menunjukkan dompet lusuh itu padaku, anak satu-satunya.
            Aku tersenyum lebar, “Terima kasih, Yah! Nanti, kalau aku sukses, pasti aku ganti dompet Ayah yang lusuh itu dengan yang lebih bagus,” jawabku.
***
            Telepon genggamku berdering keras ketika aku tengah sibuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku yang sedang meyusun laporan keuangan perusahaan – yang harus diselesaikan dengan segera – menghentikan aktivitasku sejenak. Aku merogoh telepon genggam di saku celanaku. Ku lihat di layar, tertulis nama Ayah sedang menelponku.
            “Halo, Yah!” jawabku segera.
            “Halo, Joe! Sedang apa?” tanyanya.
            “Ini nih, aku lagi sibuk nyusun laporan keuangan, mesti diselesaikan hari ini, Yah! Ada apa, Yah? ” tanyaku.
“Tidak apa-apa, Ayah hanya sekedar ingin ngobrol saja,”
“Oh, jangan sekarang ya, Yah! Nanti Johan telepon lagi! Pasti Johan telepon,” janjiku.
“Baiklah,” jawab Ayahku.
***
Jam sepuluh malam, aku baru tiba di rumah. Dengan pikiran yang lelah, aku memasuki rumah. Aku baru pulang dari kantor. Ketika jam kerja sudah habis, aku masih harus menghadiri meeting, menemani atasanku. Istriku menyambut, ia langsung meraih tasku dan membawanya ke kamar. Aku menghempaskan tubuhku di sofa ruang tamu, melepaskan lelah yang tengah menghampiriku. Aku merogoh kantong celanaku. Aku raih telepon genggamku yang sengaja aku nonaktifkan saat meeting. Aku berniat mengaktifkannya namun aku urungkan.
“Kenapa baru pulang jam segini?” Tanya istriku sambil duduk di sebelahku. Ia menyandarkan kepalanya tepat di dadaku.
“Aku habis dari meeting, Pak Robi mengajakku bertemu dengan client-nya.” Jawabku sambil membelai rambut istriku.
“O ya, tadi aku sama temen aku beli ini,” tiba-tiba istriku bangkit dan mengambil sesuatu dari plastik putih yang ada di meja.
“Apa ini?” tanyaku sambil membukanya.
“Sebulan yang lalu, kamu kan pernah bilang kalo kamu pengen beliin dompet itu buat Ayahmu, ya udah, tadi mumpung lagi ada uang lebih aku beliin,”
“Terima kasih, sayang!” ucapku sambil mengecup keningnya.
Istriku memang sangat perhatian, bukan hanya denganku tapi, dengan anggota keluargaku. Aku ingat benar, betapa tulusnya ia menerima keluargaku yang berasal dari kalangan ‘kurang mampu’. Aku masih ingat, betapa ia tidak mempedulikan statusku. Bukan hanya aku yang senang padanya, anggota keluarga begitu senang terhadap sikap baik Angel. Seperti hari ini, dia membelikan dompet yang ingin aku berikan untuk hadiah ulang tahun Ayahku. Sudah lama aku ingin membelikannya dompet itu untuk ayah, tapi aku selalu saja mengurungkan niatku itu, karena masih ada hal lain yang harus aku penuhi.
***
“Ayah,” panggilku dari kejauhan ketika kulihat Ayahku sedang berdiri di sebuah pintu yang begitu terang. Entahlah dimana aku tidak tahu.
Ayahku hanya menoleh padaku, dia tersenyum, kemudian kembali memandang pintu itu lagi.
“Ayah,” panggilku lagi. Ayahku melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Aku mendekatinya. Matanya terlihat cerah di usianya yang beranjak 65 tahun. Aku melihat wajahnya berseri-seri.
“Ayah, selamat ulang tahun, ini untukmu,” kataku sambil memberikan dompet yang dibelikan istriku.
Ayahku tersenyum menerimanya. Ia terlihat begitu beda.
“Terima kasih anakku,” jawabnya pendek.
Aku tersenyum membalasnya. Lalu, ayahku kembali memandang cahaya terang yang ada di hadapannya. Ia berjalan seolah mengabaikan aku yang ada di dekatnya.
Aku terus memanggilnya, “Ayah, mau ke mana? Ayah…. Ayah… Ayah… mau ke mana?” panggilku. Aku berlari mengejarnya, namun sia-sia sepertinya ia tak mendengarku.
***

Jam tiga pagi, Angel terbangun ketika mendengar suaminya sedang menggigau.
“Sayang, bangun! Sayang!” ucap Angel membangunkan suaminya yang tengah menggigau menyebut Ayahnya. Keringat bercucuran dari dahinya. Dada suaminya basah berkeringat. Angel bingung harus melakukan apa.
“Ayah!” seru Johan kemudian tersadar dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah.
“Sayang, kamu kenapa?” Tanya Angel panic.
Johan tak menjawab. Ia mencoba mengontrol nafasnya yang masih naik turun, terengah-engah seperti habis lari. Angel beranjak dari tempat tidur dan mengambilkan segelas air putih untuk suaminya itu.
“Minum dulu,” ucap Angel yang masih diliputi kebingungan.
“Mana handphone-ku,” kata Johan setelah meneguk air putih samba mencari handphone-nya.
“Ini, sayang!” Angel meraih handphone yang berada di dekat bed lamp dan memberikannya pada Johan.
“Kamu kenapa?” Tanya Angel yang masih penasaran dengan kejadian yang baru saja dialami oleh Johan.
“Aku mimpi Ayah,” jawabnya pendek sambil berusaha mengaktifkan handphone yang dimatikannya sejak ia meeting.
Terlihat beberapa pesan masuk di layar. Johan mengabaikannya. Ia sesegera mungkin mengontak Ayahnya. Johan baru ingat, kemarin ia berjanji untuk menelepon Ayahnya tapi, diingkarinya. Lama Johan menunggu teleponnya tersembung tapi, tak ada yang mengangkat teleponnya. Johan kemudian membuka beberapa pesan masuk di handphone-nya. Beberapa pesan masuk itu dari Angel, teman Johan dan Ayah! Tanpa piker panjang, Johan langsung membuka satu persatu pesan dari Ayahnya tersebut.

Sms pertama, “Nak, kapan pulang? Ayah ingin bertemu, sudah hampir dua tahun ini tidak pulang.”
Sms kedua, “Johan, Ayah masih menunggu teleponmu, aku ingin tahu kabar kehamilan istrimu,”
Sms ketiga,”Johan, kenapa HP mu tidak bisa dihibungi? Kamu marah sama Ayah?”
Sms ketiga, “Johan, ayah kamu masuk rumah sakit lagi. Jantungnya kembali bermasalah, ibu butuh bantuanmu, pulanglah… ayahmu ingin bertemu.”
Sms keempat, “Johan, innalillah… ayahmu meninggal, pulanglah….”

Betapa terkejutnya Johan membaca pesan terakhir yang masuk sekitar empat jam yang lalu itu. Ia benar-benar kaget dan tak percaya ketika membacanya. Ia meremas rambutnya. Air matanya tak kuasa ia tahan lagi. Ia menangis menerima kabar kematian Ayahnya itu.
“Ada apa sayang?” Tanya Angel panic.
“Aku menyesal, Ngel! Harusnya kemarin aku telepon Ayah,” ucap Johan dengan suara yang bergetar.
“Ada apa?” angel bertanya semakin tidak mengerti.
“Ayah meninggal,” jawab Johan pendek.
***

Aku berjalan dengan putus asa menyusuri pemakaman umum tempat Ayahku dimakamkan. Dengan pakaian serba hitam, aku menuju makam Ayahku. Ayahku meninggal karena serangan jantungnya. Harusnya, aku berada di sampingnya saat-saat terakhir ia membuka matanya tapi, aku justru tidak bisa melihatnya untuk yang terakhir kalinya. Ya Allah… kenapa harus begini?
Aku tak henti-hentinya menangis di depan makam Ayahku. Lama. Istriku juga begitu, ia juga trelihat sangat berduka dengan kepergian Ayahku. Sesekali aku menciumi batu nisan Ayahku. Aku ingin sekali mencium pipinya. Tapi semua telah terlambat. Hal itu hanya memuat penyesalan di dadaku semakin berat.
“Harusnya aku ada di sampingnya saat ia menghembuskan nafas terakhir kalinya,” ucapku dengan suara bergetar.
“Sayang, sudahlah, kita ikhlaskan kepergiannya,” sahut istriku.
“Ayah, maafkan Johan, Johan sering mengabaikan Ayah dengan pekerjaanku. Tadi, aku lihat di kantong Ayah masih ada dompet lusuh yang berhasil membuat Johan sukses seperti sekarang. Heh… rupanya Ayah masih memakainya. Yah, menantumu membelikan dompet baru untukmu, harusnya aku bisa memberikannya saat ulang tahun Ayah dua bulan yang lalu. Ayah, aku menyesal tidak melakukan itu. Harusnya Ayah bisa menerimanya saat ulang tahun Ayah,” kataku dalam hati, merenungi apa yang telah aku lakukan selama ini. Menyesal. Aku benar-benar menyesal kini....
 
 
By : ARIF DARMAWAN

Kamis, 16 Februari 2012

" Love VS Keripik "

Sudah lama gue mengagumi gadis itu. Emmm,namanya Lia, lebih tepatnya Liandra Erlita Wardani. Kami dipertemukan dalam sebuah acara malam amal gitu di kampus. Doi anak psikologi semester 4. Lia adalah gadis yang manis,periang,lucu dan apa adanya. Dan gue merasa semakin tertarik dengan dia. Semakin hari dipikiran gue Cuma Lia,Lia dan Lia. Sampai-sampai bonyok di Purwodadi pun agak sedikit terabaikan. Hmm....tapi bener,sumpah! Gue bener-bener kagum plus cinta sama Lia.

“Gilang....!!!” tiba-tiba sebuah suara yang gak asing ditelingga gue,membuyarkan lamunan gue tentang Lia. Jelas aja,suara cempreng plus jelek itu suara Rino,temen sekost gue. Temen gila gue,temen bobok gue sekaligus temen curhat gue. Ya meskipun Rino tu gak begitu pantes jadi temen curhat.

“Apa sich lu!” umpat gue kesal.

“Lu mesti lagi mikirin Lia ya?” tanyannya sok tau. “ Tu jemuran lu banyak banget. Diangkat gitu,mau ujan ne...”

“Sumpeh lu. Masak ujan sich?” gue gak percaya gitu dengan apa yang barusan Rino katakan.

“Ya udah,biarin tu cucian basah semua ma ujan.” Jawab Rino kemudian duduk di kursi,hendak menonton tv rupanya. Setengah tergesa-gesa gue angkat tu jemuran-jemuran gue yang seabrek. Maklum anak kost males nyuci,tau-tau cucian dah segunung. Ya mau ngga’mau lah.

“ No,gue kok tambah kesengsem ya sama Lia.” Kata gue sambil melemparkan cucian segunung tu di kasur secara sembarangan.

“ Lu sich,bisanya ngomong doank. Bukti’in kalo lu tu naksir sama si doi. Keduluan orang tau rasa lu..” jawab Rino sambil terus mengunyah makananan wajibnya,keripik singkong. Huah,anak ini jadul banget sich.

Dengan sigap dan tangkas gue samber toples keripik dari tangan Rino,ya meskipun makanan ini dah ada sejak penjajahan Belanda tapi harus gue akui secara jujur,kalo keripik singkong tu is the best. Camilan gak ada duanya sepanjang masa deh. Sumpah,delicious....

Back to problem. Bukan masalah keripik singkong maksud gue,juga bukan jemuran gue segunung tadi. Tapi ini kembali ke Lia. Jujur gue tu lom siap ngomong perasaan gue ke Lia,ya meskipun harus gue akui gue cukup tampan,dan gue cukup bisa buat Lia tertarik ma gue. Buktinya kadang gue ngerasa Lia kirim-kirim signal gitu ma gue. Gue terlalu GR ya?

“Ngomong gampang No,nglakuin susah banget.” Jawab gue dengan mulut penuh dengan keripik singkong. Sadar kayaknya gue mau mengkudeta keripik singkong bikinan emaknya,Rino buru-buru nyamber toples yang gue pegang.

“sialan lu!” umpatnya.”Ini keripik buatan emak gue.”

“huah keripik singkong kayak gitu juga. Bu kos juga bisa buat.” Gue mengejek keripik singkong itu.

“ Bilang aje kalo elu ngiler ma keripik gue.”

“Ogah...”

“ Keliatan juga Lang. Keripik singkong buatan emak gue the best lah.” Rino mengaggung-agungkan keripik buatan maknya. Kayak dosen kalkulus gue yang kasih kuliah dengan semangat juang yang tinggi.

“Berisik lu..” gue gak mau kalah.”Okey gue buktiin ya. Gue gak akan makan tu keripik singkong buatan mak lu,sebelum gue jadian ama si Lia.”

Tiba-tiba aja sebuah deklarasi mengalir keluar dari mulut gue. Bujubuneng,ngapain juga gue ngeluarin taruhan kayak gitu juga. Padahal gue suka banget ama keripik buatan mak Rino. Bahkan kadang-kadang dimalam yang gelap tanpa sepengetahuan Rino gue nyuri tu keripik trus makan diem-diem. Pas pagi-pagi, Rino marah-marah gara-gara keripiknya tinggal separo, gue pura-pura aja kagak ngerti trus menghibur doi dengan rayuan maut gue “Sabar sob,paling di makan tikus.”hehehe,lucu kan? Dan sekarang gue harus jauhin tu keripik jauh-jauh. Wah,bahaya ini.

“Okey gue terima tantangan elu.” Kata Rino bangga. “Kalo sampe keripik gue ilang lagi tiap pagi, awas aje lu.”

Gue kaget setengah mati,kok Rino tau gue yang suka nyuri keripiknya?

“Emang gue pa yang nyuri keripik elu? Tikus Rino,tikus.” Gue membela diri.

“Iya tikus,elu tu tikusnya...”Jawab Rino seenaknya terus ngeloyor pergi. Dengan berisik dimakannya tu keripik dengan nikmat. Huh,dasar orang gila. Gue mengumpat-umpat kesal dalam hati.



-------------------------------------------------



“Elu ngapain Lang cemberut gitu?” tanya Lia ke gue siang itu. Wah Lia perhatian banget ya ke gue.

Sebenarnya dalam hati gue masih dongkol ma Rino,semalem dia berisik terus kunyah tu keripik. Huah menyebalkan,menyebalkan,menyebalkan. Kenapa sich tu simpenan kripik gak abis-abis. Rino kaya pengepul aja. Kalo keripiknya abis,telepon maknya, esoknya langsung tu dikirim 1 karung penuh. Huft,kos-kosan kayak gudang keripik.

“Gak kok Li. Lagi cape aja.” Jawab gue bohong. Masak gue mau bilang gue lagi rebutan keripik sich ama Rino. Gak etis banget gitu. Jaim dikit lah ama calon.yukkks.....

“Ohh...kirain lagi berantem ma Rino.” Jawab Lia.

Busyet,ni cewek tau aja kalo gue lagi perang batin ama si Rino jurangan keripik itu.

“Hohoho,nggak kok. Kami baek-baek aja.”

Lia tersenyum. “ayo ke kantin Lang. Gue laper....” ajak Lia kemudian.

Gue mengangguk. Dari jauh gue liat Rino senyam-senyum geli ke arah gue. Dengan dongkol gue cibirin tu anak.

“ Minggu depan ikut khan Li,ke pantai?” tanyaku setiba kita di kantin.

“Ikutlah. Sekalian gue pengen refreshing Lang. Pengen banget ke pantai.” Jawabnya datar.

“Lagak ajak cowok elu?” tanya gue basa-basi. Lia khan padahal gak punya cowok. Kalopun Lia punya cowok,paling dah aku tonjok-tonjok dah aku usilin sepanjang waktu ma Rino. Biar dia kagak deket-deket ma calon bini gue. Hahaha.

“Lu ngeledekin gue pa Lang? Lu khan tau gue lom punya cowok.” Ujar Lia.

Dengan tampang sok blo’on gue jawab aje perkataan Lia.

“ Hehehe lupa Li. Tapi masak cewek secantik elu gak punya cowok sih Li.”

Hahaha,rayauan maut gue beraksi. Gombal-gombal dikit lah. Tapi kayaknya rayuan gue garing bangetb sich,kayak keripik singkong maknya Rino. Huh,busyet deh udah ma Lia juga,kenapa sich keripik singkong maknya Rino masih membayang-bayang di pelupuk mata gue? Pokoknya gue kagak mau ngebandingin lia ma keripik singkongnya Rino. Keripik ya keripik,Lia ya Lia.

“Hahaha,gombal lu tu garing banget sich lang.” Jawab doi jujur.

Langsung muka gue merah kayak kepiting rebus. Malu banget. Maklumlah,gue terlalu gak biasa gitu ngrayu cewek,biasanya gue yang dirayu. Lho?

“Gak kok Li,lu beneran cantik,” ucap gue pelan,tulus dari dalam hati. Weits,ternyata gue bisa juga ngomong serius. Gue inget-inget baru kali ini gue ngomong serius ma cewek.

Lia tampak tersipu malu dengan perkataan gue tadi. “Makasih Lang...” ujar doi lirih.



------------------------------------------------------------------------------------------------



“ Eh,mang pekarangan rumah elo tu berapa luas sih No .” sunggut gue kesal “Mak lu tuh,singkong mulu....”

Rino tampak nyengar-nyengir memperlihatkan lubang gidungnya yang segede lubang hidung sapi itu.

“Kan gue dah bilang Lang,kalo rumah gue tu pabrik keripik singkong. Jadi ya bonyok gue tiap hari produksi lah....” jawabnya sambil mengunyah makanan wajibnya. “Kenapa,pengen keripik gue?”

“Kagak akh,males makan. Lagian gue khan taruhan ama elu. Cuma gue heran aja,kok mak lu kagak bangkrut ya....?”

Rino tertawa terkekah-kekah.”Ya kagak lah,gue juga kagak tau kok mak gue bisa kagak bangkrut ya,hampir tiap hari kirim keripik kesini.”

Gue tertawa. Gue akhir-akhir ini juga mikir,kok bisa ya maknya Rino kagak bangkrut. Padahal, sering juga ngirim produksi keripik singkong tu buat Rino. Ah,bodo. Gak peduli gue.Kalo urusan Lia gue baru peduli.

“ Tadi gue ngomong ke Lia kalo doi cantik No,” gue memulai cerita.

“Terus...?”

“Doi tersipu-sipu malu gitu.”

“Dah bangga lu...?”

“Iya donk….”

Rino mencibir.” Kalo soal ngomongin cewek cantik,adek gue yang kelas 5 SD pun juga bisa.” Sergahnya.

“Lho kok....”

“Ya iyalah,lu tu garing banget sich lang. Ajak dinner kek,ato sekedar jalan bareng. Monoton gitu terus,mana mau Lia nunggu...” omel rino kayak ibu-ibu. Anak ini kayaknya lebih cocok jadi ibu-ibu rumah tangga daripada bapak rumah tangga.

“ Gue nunggu waktu yang tepat tau!” gue membela diri.

“Kapan...?”

“Secepatnya...,”

“Mpe persediaan keripik mak gue habis pun,lu tu gak akan siap-siap tau.” Potong Rino. Alamak,mpe keripik maknya Rino habis. Padahal gue dah memperediksikan kalo keripik mak Rino tu ga akan habis mpe 7 turunan. Soalnya Rino pernah ngomong,kalo dah lulus kuliah doi bakalan nerusin usaha maknya. Wadow,jadi kapan gue bisa nembak cinta gue?

“Enak aja lu,keripik mak lu kagak bakal abis!” elak gue.

Rino tertawa keras. Tawa penuh ejekan ma gue. Sumpah,gue benci banget ma tertawaan Rio. Tanpa gue sadari ,gue memproklamasikan sesuatu lagi.

“Okey,gue bakal tembak tu Lia dipantai minggu depan. Puas lu!”

“Beneran Lang?” Rino mengerling kearah gue. Tatapan kemenangan kayaknya.

Weh gue tadi ngomong apa ya? Kenapa sich gue gak pernah menang dari si kuya Rino ini. Dasar gila!

“Iya,gue buktiin sama elu ya!” gue bersungut-sungut kesal.

“Hahahaha....” Rino tertawa keras.” Itu baru sahabat gue.” katanya sambil ngeloyor pergi dengan tampang sok merasa nggak bersalah.

Haduh satu lagi beban hidup gue. Nembak Lia di acara liburan minggu depan. Tuhan tolong hambamu ini yang lagi dipermainkan sahabat hamba Tuhan. Dan sadarkanlah dian Tuhan. Amin!!!

------------------------------------------



Akhirnya acara maen-maen ke pantai tiba juga. Hore,hore,hore.lho?

Dari jauh gue dah mengamati gerak-gerik Lia. Pokoknya gue udah kaya detektif beneran ni. Dan gue bener-bener terpesona banget ma Lia. Cantik banget. Tanktop pink,clana pendek plus kuciran ekor kudanya buat gue ngrasa doi kayak putri duyung yang lagi berjemur di pantai. Putri duyung Lia. Hehehe.

“Kok kagak ada putri duyung berjemur ya Lang. Kayak di film-film itu.” Rino mulai berhayal. Dan khayalannya tidak pernah realistis sama sekali.

“Lu kira ini film?” tukas gue. Rino-Rino kadang lu tu blo’on banget. Tapi kenapa ya,tiap gue jauh sama elu,bawaannya kangen terus ma elu.hehehe,tapi gue masih normal!

“Sapa tau aja Lang...”

“Mending lu aja tu yang jadi putra duyung. Tu berjemur di pinggir pantai,” saran gue cekikikan.

“Ah,tega lu Lang.” Tukas Rino kecewa. Tapi kemudian matanya berbinar-binar.aneh banget sih?

“Eh,mana janji lu. Waktunya nembak Lia.”

Aduh,kenapa sih Rino pake acara inget proklamasi berapi-api gue kemaren. Haduh,mau nggak mau,siap nggak siap ini.

“Ayo...”

“Sekarang?”

“Iyalah...” jawab Rino santai. “Mau nunggu keripik mak gue abis...?”

Gue melotot. “ Nggaklah! Keripik lu tu gak bakalan abis,kecuali tu pabrik dicuri sama orang.” Tukas gue ketus. Lama-lama jengkel juga gue sama ni orang.

Rino tertawa.” Makanya,yang gentle man. Tu doi dah harap-harap cemas.” Komentarnya. Harap-harap cemas jidat lu jenong? Lia tu kagak ngerti kalo gue mau nembak dia. Sok tau banget sih.

“Kenapa lu? Ikhlas ya Lia buat gue?” celoteh Rino kemudian.”Hmmm… cantiknya....”

“woey,enak aja lu. Lia inceran gue. Masak lu tega makan temen lu sendiri. Gak etis man.....” tukas gue buru-buru. Enak aja,Lia tu gebetan gue. Seenaknya aja si jurangan kripik tu mau ambil duluan. Ya meskipun prosentase Rino buat dapetin lia tu cuma 25%. Ya keren gue kemana-mana lah. Gue cakep,menarik dan pastinya baik donk. Gak apa-apa khan gue sedikit membanggakan diri. Wajah gue ini adalah wajah yang diharapkan bonyok gue selama hampir 5 tahun. Ya gitu deh,bonyok gue bekerja ekstra keras buat dapetin anak keren kayak gue. Hebat khan gue.

Back to problem. Back to Lia,back to love.

“ Lia,kesini....!” tiba-tiba tanpa gue sangka Rino manggil Lia.

Lia menoleh kemudian menuju kearah kami. Gue salting banget. Mati gaya gue.

“ Apa No...?” tanyanya ketika sampai di depan kami. Sumpah dag,dig,dug deh hati gue. Apa lagi rencana bulus Rino kali ini. Hamba pasrah Tuhan,pasrah...

“ Katanya Gilang mau ngomong sesuatu ma kamu Li..” ujar Rino sekenanya. Busyet,anak ini seneng banget ya buat gue salting plus mati kutu dihadapan Lia.

“ Kgomong apa...?”

“Kagak tau,tanya ja sendiri ma monyetnya.”

Sialan,dalam hati gue mengumpat dah dikatain monyet ma Rino. Kalo gue monyet,lu tu ibunya monyet.eh salah,lebih tepatnya bapaknya monyet. tapi gue gak berani ngomong apa-apa di depan Lia. Jaim dikitlah,biar disangka gue tu orangnya penyabar. Padahal,kalo Rino ngatain gue kayak gitu di kost.wah,dah ku hancurkan dia plus karung-karung keripiknya. Lho,ujung-ujungnya pasti keripik lagi. Haduh....

“ Ya udah,gue cabut dulu ya...” ujar Rino kemudian,dan sekali lagi memperlihatkan tampang gak bersalahnya itu. Sok imut lu.

Sepeninggal Rino gue jadi salting sendiri. Bingung gue harus gimana dan kayak gimana. Cuma Tuhan yang bisa nolong gue.

“ Gilang,lu mau ngomong apa...” tanya Lia mengaggetkan lamunan gue.

“Emmm....anu....” sumpah gue belum siap ngomong.” Nggak kok Li,tadi Rino Cuma bercanda.” Sialan ngomong apa sih gue. Tiba-tiba mengelak gini ya?

“oh,kirain ada yang penting.” Gumam Lia.” Kalau gitu,gue gabung ma temen-temen gue dulu ya?”

Lia hendak meninggalkan gue,tapi tanpa gue sadar tiba-tiba gue pegang tangan Lia.

“jangan pergi dulu Li...” gumam gue lirih.

Lia menoleh kearah gue.

“ jangan pergi Li....” gue bergumam sekali lagi. Mungkin ini memang sudah waktunya buat gue ngomong isi hati gue ke Lia. Kenyataannya gue sayang banget ma Lia. Dan gue kagak mau Lia diambil orang lain. Alasan ke dua,gue nggak mau munafik. Gue kangen banget ma kripik singkong maknya Rino. 2 minggu nggak icip-icip keripik itu,rasanya ada yang beda di lidah gue. Sesuatu yang nggak bisa gue ungkapin. Gue pengen dapetin Lia,dan gue juga pengen dapetin lagi keripik singkong itu. Sekali merengkuh dayung,dua tiga pulau terlampaui. Sip!

“ Lia, gue pengen ngomong sesuatu sama lu...” lanjut gue.

“Gue sayang sama elu Li. Lu mau nggak jadi cewek gue?”

Plong!!! Kayak batu yang bertenger di pundak gue tu pecah seketika. Ringan rasanya tubuh gue.

Lia masih diam saja. Memandangi gue,mungkin pikirnya gue ni bohong kagak ya?

“ Li,jawab dong. Gue nggak bercanda Li. Gue sayang sama lu. Sejak pertemuan kita pertama di malam amal itu,gue ngrasa punya perasaan sayang sama lu. Gue nggak pengen lu dimiliki orang lain...” gue memaparkan semuanya. Kayak pak camat lagi pidato.

“Kenapa Lu nggak ngomong dari dulu sih lang?” celoteh Lia tiba-tiba.” Gue dah nunggu tau!”

“Lha gue takut lu nolak gue Li. Dan gue juga pengen ngeyakinin perasaan gue kalo gue beneran sayang sama elu.” gue membela diri.

Lia tersenyum.” Dodol,siapa sih yang nggak mau pacaran sama cowok seasyik kamu?” ungkapnya.

“Jadi lu terima gue Li...?!” gue sedikit nggak percaya gitu.

Lia tersenyum.”Iya donk...”

Wow,hati gue seneng banget. Kaya tahanan yang keluar dari penjara,terkurung bertahun-tahun. Ah nggak-nggak bukan, lebih seneng lagi.emm, kayak menang undian gitu. Nggak lagi,kayak apa ya? O,iya kayak Rino yang dapat kiriman keripik dari maknya. Lagi-lagi dan selalu saja,gue bandingin semua sama keripik. Tapi seneng juga,mulai ntar malem gue dah bisa ngemil terus. Dan gue juga bisa nyuri keripik Rino tiap malam.hehehe

“ Ini Lang...” tiba-tiba Rino datang dan memberikan gue sesuatu.KERIPIK!!!

‘Keripik...?” Lia keliatan nggak ngerti banget.

“ Lu khan dah jadi cowok Lia. Ini makan sepuas lu,setelah 2 minggu nggak ngrasain keripik singkong buatan mak gue yang super lezat...”

“Maksudnya gimana sih No?” lia cewek gue yang cantik itu semakin nggak ngerti.

“Kemaren Gilang bersumpah sama gue,kalau dia nggak bakalan makan keripik mak gue yang sering dicurinya tiap malem ini,sebelum dia dapetin elu.” Papar Rino. Aduh,kenapa Rino harus bilang juga kalau gue hobi maling keripiknya tiap malem. Dasar nggak bisa jaga rahasia.

Gue masih nyengir-nyengir kuda aja.

Lia tertawa.” Aduh,aneh-aneh aja kalian. Patih Gajahmada bersumpah nggak bakalan makan buah kelapa sebelum apa yang didapatkannya terwujud. Lha lu Gilang, nggak akan makan keripik singkong sebelum lu dapetin gue.”komnetranya.

Gue kira Lia bakal marah karena gue bandingin dia sama keripik singkong,ternyata dia malah ketawa-ketawa.

“Maafin ya Li. Keripik singkong sama elu itu sama. Sama-sama bisa buat hati gue rindu.”

Rino dan Lia tertawa serempak.” Iya,kalau mau keripik minta atau ambil aja. Jangan nyuri tiap malem gitu.lu kira gue nggak tau,” omel Rino.

Gue tertawa.” Keripik singkong lu menggoda No...”komentar gue.

Kami tertawa.” Sini,gue juga mau jadi penggila keripik sekarang.” Kata Lia kemudian menyambar toples keripik yang gue bawa,kemudian membawanya lari.

“ Woey,gue juga mau....!” teriak gue sambil mengejar Lia.

“Tunggu gue woey...!” Rino berlari mengejar kami.

Begitulah,akhirnya gue dapetin pujaan hati gue. Dan gue juga gak bisa mengelak kalau gue juga suka banget sama keripik. Inilah,sebagai pelajaran kita nggak usah nutup-nutupi apa dan siapa yang kita suka. Terbuka saja…


By : Irameliyana

" CINTA MISYA "

Bali, pulau yang indah dan mampu menghanyutkan setiap jiwa yang memijakkan nya kaki ditempat ini. keramaian nya yang khas,membuat terpaku setiap mata yang menelisik keindahannya. Kalau di pikir-pikir, bukan hal sulit untuk dapetin cowok idaman disini. Sebab,  beragam jenis cowok bisa aja ditemuin di sini. Mulai dari yang tinggi bekulit putih mulus, sampai yang pendek n item dekil. 2 tahun hidup di bali bukanlah waktu yang singkat. entah mengapa aku belum juga menemukan seseorang yang ku rasa pantas untuk mengisi hati ku.
“ttiiiiinnnnn.......” suara klakson mobil  membuyarkan lamunan ku. Rupanya traficlaight itu udah ijo sedari tadi. “Sabar dikit napa sih?!! Kayak orang penting aja loe”. Racau ku pada mobil yang berada pas di belakang ku. “eh, loe buta ya? Ga liat apa tu lampu udah ijo dari tadi! Ato jangan-jangan loe buta warna lagi. Udah..cepetan minggir sono!”. Jawab seorang cowok dari dalem mobil dengan sedikit mengeluarkan kepalanya. “huh! Sok ‘YES’ banget sih ni orang. Nyebeliin.” Bisikku lirih sambil memperhatikan wajahnya. “Helloo.. wah,jangan jangan budeg juga ni cewek”. Katanya sambil mengklakson lagi. “enak aja loe ngomong. Gue masih normal tauk!!”. “ya loe minggir dong kalo ngerasa masih normal! Dasar”.  Gondok banget gue ama ni cowok. Padahal baru sekali ketemu,gimana kalo berkali kali. “ieh, sono loe pergi! Enek gue liat muke loe”.  Jawabku, sambil Ku pinggirkan sepeda ku. “yee.. dasar cewek gila’!”. Katanya sambil terus melaju kan mobilnya melewati ku. “apa loe? Rese. Awas aja kalo sampe muka loe nongol lagi di depan gue. Cuwih.. najis gue”. Aku ngomel-ngomel sendiri karna Mungkin dia udah ga denger lagi karna mobilnya udah melaju cukup jauh dariku. Aku jadi senyum senyum sendiri gara gara kejadian tadi. Hihihii...
ooOO(^^)OOoo
Pag i yang cerah,seperti biasa jam 6 pagi aku udah mulai meng-goes  sepeda ku menuju tempat kerja. Yah, aku bekerja di sebuah tempat GIM dan spa. Rutinitas ku sebelum sampai di tempat kerja, harus ngeladenin cowok ga penting yang slalu nungguin aku di pinggir jalan buat ngasih bunga mawar setiap pagi. Dan itu berlangsung selama setaun terakhir. Tiap hari pula, kebayang ga??(ga usah di bayangin deh, lama!.xixixii) entah apa yang bikin cowok satu ini klepek-klepek  padaku. Apa aku secantik itu?pikirku.. yah, yang jelas cowok itu sama sekali bukan tipe ku. NOL! Aku pun melaju kembali ke tempat kerja ku.
Malam menunjukkan pukul 21.00, waktunya pulang. Ku sempatkan pamit pada Viki temen seperjuangan ku di tempat GIM ini sebelum aku pulang. “Vik, gue balik dulu ya. Loe masih harus nunggu jemputan kan?”. “Oh, yaudah. Loe pulang aja. Bentar lagi abang gue nyampek kok”. Jawabnya. “oke! Daah” ku tuntun sepeda ku menjauhi Viki. Dan.. “hwaaaaa... ssttoooppp!!!!!!”. Aku memekik keras saat sebuah mobil nyaris saja menabrak ku. 

Dan seorang cowok keluar dari mobilnya. “duh, maaf ya mbak. Saya ngga senga..”. kata kata nya terputus saat ngeliat wajah ku. “elo??  wah parah loe! Ngapain sih loe disini. Pake sok nabrakin diri ke mobil gue lagi. Trus abis itu loe mau minta ganti rugi,gitu? Enak bener loe.” What?cowok itu lagi!pikirku. Seenaknya aja dia malah marah-marah padaku. “Eh, maksut loe apa nuduh gue nabrakin diri ke mobil loe? Gila loe ya. Loe pikir deh pake logika,mana ada orang yang sengaja nabrakin diri. Yang ada tu elo yang salah. Kan elo yang nabrak gue. 

Masih aja mau ngeless loe!. Huh..aku bener-bener sebel ama ni cowok.  “alahh.. elo tuh yang ngeless. Trus ngapain loe disini?ngikutin gue,hah??.” “ihh.. GR! Kurang kerjaan banget gue ngikutin loe. Gue tu mau pulang!.” Ku langkahkan kaki menjauhi cowok rese ini,tapi dia malah manggil manggil aku.. “Eh,mbak.. mbak.. mbak..”  “apa loe?? Loe pikir gue embak embak? Seenaknya aja manggil orang!.: aku marah marah ga jelas padanya. “Eh, sepeda loe ni ketinggalan, cepetan pinggirin!.” Ya tuhaan,, rasanya aku ngga punya muka lagi. Segera ku ambil sepeda ku dan ku goes pulang.
ooOO(^^)OOoo
“ttiiinn ttiiinnn....” Huhh, suara klakson itu lagi.  Pasti ni mobil cowok rese itu. Bener aja, mobilnya persis di belakang ku pas aku lagi benerin sepeda ku. Aku tak menghiraukannya dan sibuk mengutak atik sepeda ku. “ttiiiinnn....” kembali terdengar klakson itu di bunyikan. Kali ini beserta suara merdu si pemilik mobil (hueks). “woy minggir!!.” Teriaknya. “Ee, loe ngga liat apa gue lagi benerin sepeda!.” Kataku. “wah.. elo lagi! Gue curiga nih,jangan jangan elo beneran ngikutin gue lagi. Iya kan?ngaku!.” katanya sambil keluar dari mobil. “elo tuh ya. GR ga ada abisnya! Kan gue udah bilang, kurang kerjaan banget gue ngikutin loe.” Sergahku. “emang loe cewek paling kurang kerjaan.. lagian ngapain loe parkir disini? 

Loe ga bisa liat yaa. Ini tu parkiran buat mobil. Pinggirin sepeda loe!!.” Jawabnya.  “Eh, gue itu lagi benerin sepeda gue ya! Bukan nya mau parkir. Lagi pula gue yang lebih dulu nyampek sini, jadi kalo elo mau parkir disini ya loe harus nungguin gue selesei benerin sepeda!.”kataku. “ih,PD bener loe. Ogah banget gue nungguin loe. Cepetan pinggirin!!.” Begitulah disetiap pertemuan kami yang tak sengaja itu, selalu aja bertengkar kaya anak kecil. 
Sampai suatu hari, aku baru tau kalo ternyata cowok itu adalah pemilik sebuah toko yang menjual alat-alat surfing dimana ibet bekerja. Ibet itu yaa si cowok rese yang tiap pagi ngasih mawar pdku. Dan dari ibet lah aku tau semua info tentang cowok yang ternyata bernama Reyhan  itu. Berawal dari pertemuan tak sengaja kami itulah aku mulai penasaran pada sosok Reyhan. 

Tapi ternyata ibet salah sangka,dia pikir aku mulai bisa menerima nya. Padahal kan aku ngrespon dia karna aku pengen tau info tentang Reyhan. Dan dari situlah ibet semakin PD mendekati ku dengan mengirimi ku makan siang setiap harinya. Aku sih oke oke aja. Lumayan lah, sekali dayung 2,3 pulau terlampaui. Dapet info tentang Reyhan,sekalian makan siang gratis. Hihihii.. 
Sepulang ku dari tempat  kerja, aku ngeliat Reyhan di pinggir jalan. Anehnya, dia lagi benerin motor. “e’ehmm.. tumben banget naek motor.  Kmana mobil loe?” sapa ku. Sok akrab banget ye! Hihii.. “elo lagi. Kenapa sih disetiap tempat pasti ada elo! gue makin yakin nih kalo loe beneran nguntitin gue.” Jawabnya ketus. “ga ada bosen-bosennya ya loe tuh nuduh gue ngikuti loe!. Yaudahh.. gue mo cabut!”. Sergah ku. “E,e,ee.. tunggu dulu donk.”  

Katanya smbil menahan ku. “kenapa lagi,hah??.” Tanyaku. “tolongin gue donk! Gue ga bisa benerin motor nih,loe telponin montir atau apa kek. Gue bener-bener ga ngerti soal motor neh.” “iya..iya nih gue telponin.” Kata ku jutek. Aku pun menelpon bengkel langgananku suruh ngirimin montir. “Udah gue telponin noh,sekarang gue mo pulang!.” Kataku seraya beranjak pergi. Tapi lagi-lagi Reyhan menahan ku. “tunggu dulu,loe ga mau gue traktir dulu neh? Kita makan dulu yuk?.” Ajaknya. Aku bener-bener ga nyangka Reyhan ngajak aku makan! “emm.. gimana yaa?!” aku masih bingung antara jawab ya dan tidak.  “aah,kelamaan mikir!.” 

Reyhan langsung menarik tangan ku sebelum aku sempat menjawab. Akhirnya aku nurut aja. Kita berdua makan di sebuah resto,dan sekedar gobrol. “Loe kerja dimana?.” Tanyaku memulai pembicaraan. “gue kerja sebagai penjaga toko alat surfing.” Jawabnya singkat. “masa sih? Ga mungkin orang kaya elo ni Cuma penjaga toko.” Kataku. “yah,emang  gue Cuma jagain toko milik bokap gue kok.” Jawabnya. “ohh, elo baru ya disini?” tanya ku lagi. “iya, gue bari 2 bulan tinggal disini. Kalo loe?” “pantesan..tampang-tampang kaya elo tuh jarang gue liat disini. Gue udah 2 tahun di sini.” Jawab ku. “hahaha.. emang loe hafal setiap muka orang disini apa?? Ada ada aja loe.” Tawaya terdengar begitu riang. Dan pertemuan malam itu berakhir seiring dengan makanan yang telah kami lahap habis. Waahh, ngga nyangka malam ini bakal terjadi! Batin ku kegirangan :). Hihihii...
Seiring berjalannya waktu, kedekatan kami makin terjalin. Tapi ada satu masalah yang masih mengganjal kedekatan ku dengan nya. Ibet, yah tentu saja dia masih mengejar2 aku. Sampai suatu malam, ia menyatakan perasaannya padaku. “Sya, aku pengen jujur soal perasaan ku  ke kamu. Kamu tau kan,udah setaun lebih aku nungguin kamu. Aku rasa ini saat yang tepat buat ngungkapin perasaan ku. Aku sayang ama kamu Sya. Kamu mau kan jadi pacarku?.” Sebenernya aku ga tega kalo harus nolak ibet yang udah setia nunggu aku. Tapi mo gimana lagi, aku ga punya rasa apa pun ke dia. Terlebih sekarang aku mencintai Reyhan. “sebelumnya, aku minta maaf banget. Tapi hati aku udah ada yang punya. Sorry ya bet!.” Jawab ku singkat. Dan apa reaksinya? Ibet berlalu begitu aja tanpa sepatah kata pun. But, it’s okey! Justru itu yang aku pengen.. xixixii (jahat!)
ooOO(^^)OOoo
Malam berikutnya, aku ada janji makan malem bareng Reyhan.  Wew! Ga nyangka. Bener bener kebetulan yang membawa keberuntungan J. Aku sibuk berdandan dan milih baju yang sekira nya pantes. “Vik, yang ini gimana menurut loe?.” Tanyaku meminta pendapat Viki yang sedari tadi memandangi ku yang tengah asyik berantakin bajuJ. “hhm.. bagus.” Jawabnya singkat dan terkesan malas. “Loe kenapa sih Vik? Loe ga seneng ya gue berhasil dapetin pujaan hati gue?.” Tanyaku. “Gue Cuma ga habis fikir ama loe. Loe tega banget sih ama Ibet. Loe tuh sama aja udah manfaatin dia dengan ngasih harapan palsu demi cowok yang loe incer itu tau gak?!.” Jawab Viki sinis. “aduhh. Vikii.. asal loe tau yaa gue tuh ga pernah ngerespon apapun yang dia kasih ke gue. Gue juga ga ada niat ngasih harapan palsu kok. Dia nya aja yang keGRan.” Jawabku. “Iyaa Sya, tapi...” “ssttt... udah, gue mo pergi dulu. Mo kencan ama pengeran kodok gue. Hihihii.. Daa.” Jawab ku sambil nyelonong meninggalkan Viki.

“hy Rey.. udah lama nunggu?” sapaku. “ah,ngga kok. Baru 10 menit yg lalu. O’ya kamu mo makan apa?pesen aja.” Jawabnya ramah. “oke deh.” Jawab ku. Kami berdua pun makan sambil sedikit ngobrol. “Oh ya Sya, loe inget Ibet ngga? karyawan gue yang pernah gue ceritain ke elo?!” “iya gue inget,emang kenapa?” tanyaku. “Gue kann pernah cerita kalo dia lagi ngincer cewek, dan katanya hari ini dia ditolak ama cewek pujaannya itu, katanya sih alasannya karna si cwek udah ada yang punya. Kasian yah, gue jadi penasaran kaya apa sih cewek yang bisa bikin dia klepek-klepek gitu..haha.” Degg..!! aku kaget stengah mati,kenapa tiba-tiba Reyhan bahas itu sih? Aku bingung harus jawab apa. Akhirnya aku putusin buat jujur ama Reyhan. 


“Rey.. sebenernya cewek yang dimaksut Ibet itu gue. Cewek yang tiap hari selalu dikirimin bunga n makan siang itu,ya gue orangnya. Dan sebenernya selama ini pertemuan kita itu bukan sebuah kebetulan Rey.. gue sengaja ngikutin loe berdasarkan info dari ibet. Gue tau gue salah, tapi..” Aku ga berani menatap Reyhan. yang kurasakan saat itu hanyalah takut. Takut kalo Reyhan ga terima dan benci sama aku. “apa?? Parah loe. Loe ngga kasian apa sama ibet? Dia tu mati-matian tau ngga buat dapetin cinta loe. Dan itu sama aja loe udah manfaatin dia.” 

Reyhan terlihat sh0ck mendengar penjelasan ku. “yaa,tapi.. gue bener-bener ga ada niat manfaatin dia! Lagi pula gue tuh ga pernah sekalipun ngrespon sama apa yang dia lakuin. Dan.. jujur ya Rey.. sebenernya gue ngelakuin ini karna.. karna gue suka ama loe Rey. Sejak pertama kita ketemu,gue ngrasa ada yang beda dari diri loe..” 

Reyhan hanya terdiam. Sesaat suasana terasa begitu hening. Oh god! Rasanya aku ingin menarik kembali kata kata ku tadi. “sorry Rey, mungkin gue terlalu jujur untuk seorang cewek tapi..”  aku berusaha menjelaskan tapi Reyhan langsung memotong perkataan ku. “ya ngga bisa dong Sya.. Loe harus tetep jujur ke Ibet soal ini. 

Gue ga mau jalanin hubungan tapi harus sembunyi-sembunyi, gue mau yang terbuka.” Jawabnya. What? Apa aku ga salah denger? Reyhan bilang apa barusan?? Oh god! “mm..maksut kamu?? Kita pacaran????!!!!!!” tanya ku kegirangan :D.. yess!! “iya Misya Sayaang,tapi kamu harus segera jelasin ke ibet biar ga ada salah paham.hihihii” jawanbya sambil mengelus rambut ku. Bener bener ga nyagka! Ternyata Reyhan punya perasaan yang sama sama aku :D
-THE END-
 
 
By :  Aiyhu Cullens

" CINTA DI AKHIR NADA "

 Matahari mulai memanas dan keringat mengucur di dahiku. Masih empat lagu yang belum kubawakan , tapi ku tak sanggup lagi tuk berdiri. Akhirnya kupaksakan raga ini tuk menghibur ribuan orang. Dan akhirnya acara ini pun selesai sudah.


Cerpen Sedih
    Sampai di rumah , aku langsung terkulai lemas menunggu saat ku menutup mata . Akhirnya ku tertidur . Kicauan burung membangunkanku di pagi itu . Kurasakan cacing perutku berdemo ingin di beri makanan . Lalu ku berjalan selangkah demi selangkah menuju meja makan .
    Betapa terkejutnya aku melihat meja makan yang penuh dengan makanan . “Siapa yang memasaknya ?” tanyaku dalam hati . Tiba-tiba muncul sosok wanita berrambut panjang berbaju putih muncul di balik pintu dapur . Dan ternyata adalah kekasihku .
    Dia adalah Angel , wanita yang sangat kucintai . Penyabar , jujur , perhatian dan setia adalah sifatnya . Banyak lagu yang kuciptakan karena terinspirasi darinya . Dari bidadari yang hinggap dihatiku dan menjelma sebagai kekasih dalam hidupku .

        “ Sejak kapan kau disini ? ”, tanyaku
        “ Sejak kau masih tidur . ”, jawabnya dengan senyuman manis
        “ Mengapa kau tak bangunkanku ? ”, tanyaku
        “ Kulihat kau begitu lelah dan menikmati tidurmu . ”, jawabnya

    Karena cacing perutku meronta-ronta , ku lahap roti keju yang ada di hadapanku . Angel melirikku dengan senyuman .

        “Lapar ya ?”, tanya Angel dengan nada manja .
        “Ho’oh”, jawabku dengan menganggukkan kepala .

    Sesaat kemudian , aku mendapat telepon dari produser untuk menghadiri meeting dengannya . Padahal di hari itu juga aku berjanji pada Angel untuk menemaninya pergi ke rumah orang tuanya di Bogor . Akhirnya rencana itu pun pupus sudah dan Angel tidak jadi pergi ke Bogor karena aku harus meeting dan menggarap project dengan produser . Aku pun berjanji pada Angel bahwa bulan depan aku akan menemaninya ke Bogor .
    Setiap malam aku menciptakan lagu untuk mempersiapkan album baruku yang akan dirilis bulan depan . Sehingga waktu luangku habis hanya untuk membuat lagu dan waktu untuk Angel menjadi terbengkelai . Setiap kali Angel mengajakku bertemu  aku selalu mengelak dengan alasan pekerjaan .
    Tak terasa sudah tiga minggu aku tidak berjumpa dengan Angel . Rasa rindu tumbuh subur dihatiku . Tetapi saat aku bertemu dengan Angel , sifatnya sedikit agak berubah . Dia tampak pendiam dan lebih pasif . Tidak seperti biasanya yang periang dan murah senyum . Mungkin dia agak marah karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku . Hal itu tak kutanggapi dengan serius .   
    Sehari sebelum launching album , produser mengadakan meeting dan diakhiri dengan check sound . Hari yang kutunggu akhirnya tiba . Aku berharap launching album ini berjalan seperti yang ku inginkan dan album yang ku garap meledak dipasaran . 
    Di awal acara aku mendapat telepon dari Angel yang menagih janji untuk menemaninya pergi ke Bogor . Akhirnya kuputuskan agar Angel berangkat sendiri dan aku akan menyusulnya besok pagi . Tanpa jawaban , Angel langsung memutus telepon . Hal itu tak kutanggapi dengan serius . Dan acara ini pun berjalan sukses .
    Tiba-tiba ada kabar yang menyebutkan bahwa Angel telah mengalami kecelakaan lalu lintas . Aku pun langsung bergegas menuju rumah sakit . Tetapi kedatanganku sudah terlambat . Angel terlebih dahulu pergi sebelum aku datang .
    Air mataku jatuh terurai saat ku melihat sosok yang kucinta telah terbujur kaku di hadapanku . Wajahnya seolah tersenyum menyambut kedatanganku . Menyambut kedatangan orang yang tak punya mata hati .
    Kulihat secarik kertas di samping tubuh Angel yang ternyata adalah pesan terakhirnya . Dalam pesan itu Angel menulis tiga kata yang membuatku sangat menyesal . “ Kutunggu Kau Disana “ itulah pesan yang ditulis Angel sebelum ia pergi ke Bogor . Ternyata dia sudah merasakan apa yang akan dia alami .
    Mungkin , batu nisan pisahkan dunia kita , namun dirimu akan selalu ada di hidupku . Menemani dalam setiap detak jantung hingga merasuk dalam palung jiwa . Penyesalan yang selalu datang takkan membuatmu kembali . Namun kuyakin kau telah bahagia di singgasana surga .
Maafkan aku Angel .


Oleh : Willy Irmawan
Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung dan ratapan ranting pepohonan.
Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga berhak merasakannya?
Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupan dengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalam pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.
Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.
Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datang meminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronis itu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal yang sangat penting. Tetapi mengapa?
Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknya wanita lain?
Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan moril yang selalu ia berikan.
Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untuk menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat si penjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gaun tersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.
Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya kecerahan dalam kehidupan.
Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuat penampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.
Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan, hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya tak terpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yang terbaik akhlaknya.
Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaan bahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwa terpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagi diri Muha.
Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada di atas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia. Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai ke rumah padahal sudah sangat terlambat.
Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebab keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agar memberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.
Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya, Muha.
Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam yang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu, berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnya kegembiraan.
Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa pemiliknya.?

" AKU MENCINTAIMU SAAT KAU PERGI "

Kenapa hidup ini sungguh tak bisa aku mengerti, sedikitpun tak kupahami. Yang seperti kebanyakan orang akan keindahan pernikahan tapi tak berlaku buatku, janggal sekali untukku menyambut hari dimana aku akan menjadi milik orang lain. Bukan sebuah kebahagaian melainkan kehampaan. Teringat lagi akan janji dimasa lalu tentang sebuah pernikahan indah, mengikat ikrar dalam bahtera rumah tangga, namun semua itu pupus sudah. Sebentar lagi aku akan menjadi milik orang lain bukan miliknya.


“selamat ya ibu indah, akhirnya ibu punya mantu juga.”
               “terima kasih jeng rahmi, alhamdulillah yah..akhirnya si mentari menikah juga.”
               Terdengar ucapan selamat dari balik pintu kamarku, yang semakin membuatku tersayat pedih. Ibuku merasa bahagia sekali karena akhirnya aku akan menikah dengan laki-laki pilihannya, yang ibu bilang dia sangat cocok untukku dan pasti aku akan bahagia. Apakah itu benar ibu???tapi mengapa saat ini perasaanku benar-benar sedih, jangankan untuk bersanding dengannya, untuk mencoba mengenalnya saja aku sudah enggan. Entah apa yang ada dibenakku, namun aku belum bisa melupakan seseorang itu, seseorang yang berjanji akan menikahiku sepulang dari rantaunya. Maafkan aku cintaku, bukan maksud hati untuk mengkhianatimu tapi perjodohan ini tak mungkin aku tolak. Kedua orang tuaku dan orangtuanya ternyata sudah membuat kesepakatan akan pernikahan ini sebelum kami berdua mengerti tentang pernikahan.
Sekali lagi aku belum bisa memahami ini semua, bagaimana mungkin aku bisa hidup bersama dengan orang yang tak ku cintai, bahkan bertemu saja tidak pernah. Pernikahan ini sungguh mendadak mengingat kondisi bunda Risma orang tua Fariz yang sudah semakin kritis, dan beliau menginginkan agar Fariz segera menikah denganku. Karena keeratan hubungan keluargaku dan keluarganya membuat ayah dan ibuku menyetujui pernikahan ini tanpa peduli dengan persetujuanku.
               “mentari sayang, cepat keluar acara akan segera dimulai”suara itu menyadarkanku dari lamunan panjang, segera ku hapus airmata yang semoat menetes. Aku tak ingin ibu melihat aku terlihat sedih di hari pernikahanku. Bagiku sekarang adalah kebahagiaan mereka, walau hati ini terlalu perih menanggung luka akan terpisahnya cintaku dan cinta satria, maafkan aku satria.
***

               “Muhammad Yakup Al Fariz, saya nikahkan engkau dengan Mentari shifa az zahra binti Muhammad zaenudin dengan mahar seperangkat alat sholat dan uang sebesar seratus tiga puluh ribu, dibayar tunai.” ucap kiai Fatir
               “saya terima nikahnya Mentari shifa az zahra dengan mahar tersebut dibayar tunai.” Fariz dengan mantap mengucapkan ijab.
               “bagaimana sah??” tanya kiai Fatir kepada saksi dan semua orang
               “sah” serempak menjawab.
               “Barokallahu......” kiai Fatir memanjatkan doa, gaungan suara amin pun menyeruak diseluruh ruangan. Kebahagaian dan kelegaan terpancar dari raut-raut setiap orang yang menyaksikan acara sakral itu.
               Dan bagaimana dengan aku, detik ini aku telah resmi menjadi seorang istri dari laki-laki yang tak pernah aku kenal sebelumnya.
***

               “ini mas Fariz kopinya,” ku letakan kopi sebagai pelengkap sarapan pagi yang telah kusiapkan di meja makan.
               “terima kasih dek.” ucap mas fariz lembut.
               Tak ada yang berubah dari perasaanku, walaupun aku telah menikah dengan mas Fariz tapi rasa cinta ini masih bersarang hanya untuk satria yang aku pun sendiri tak tau bagaimana keadaannya sekarang.
               Sebagai seorang istri aku berusaha untuk menjadi istri yang baik, walau belum sepenuhnya aku bisa. Namun aku belum bisa melaksanakan kewajibanku untuk memenuhi kebutuhan biologis mas fariz, tapi dengan penuh kesabaran mas Fariz memahami itu. Setiap malam kami tidur terpisah, sebagai seorang laki-laki mas Fariz tentu tidak ingin melihat seorang wanita tidur diluar kamar, maka dengan pengertiannya itu mas Fariz yang mengalah untuk tidur di sofa, kecuali pada saat-saat tertentu saja saat ibuku berkunjung dan menginap dirumah, tapi itupun mas fariz tetap tidur dibawah bukan satu ranjang denganku.
               Aku tau itu sangat salah,sebagai seorang istri aku tidak berhak bersikap seperti itu, pernah satu kali aku coba tepiskan perasaanku dan berfikir realitis bahwa sekarang aku telah menjadi milik mas Fariz. Saat itu aku siap untuk melayaninya, sengaja aku suruh maz fariz untuk tidur bersamaku dan mengijinkannya untuk melaksanakan kewajiban sebagai suami istri. Dengan perasaan yang tak menentu ku coba tenang, saat mas Fariz mendekat, ku coba untuk tersenyum walaupun itu selintas. Sungguh aku tak kuasa menahan matanya yang tajam, saat itu ingin rasanya aku menangis, airmata ini sungguh sudah meleleh mengingat satria, namun segera ku tahan.
               Dengan tatapannya yang lembut mas fariz menatapku, digenggamnya tanganku. Entah apa yang dia fikirkan saat itu, namun dia terlihat tersenyum manis. Tangannya yang tadi menggengam tanganku kini berganti meraih wajahku, diraihnya wajahku dan tiba-tiba dia mencium keningku seraya mengucapkan selamat malam, setelah itu dia beranjak pergi ketempat biasa dia tidur.
               Aku tak tau harus berbuat apa, sesaat setelah mas Fariz keluar airmata ini langsung tumpah. Entah apa yang aku rasa, bahagiakah aku atau sedih. Namun aku merasa sedikit lega.
***

               Pernikahanku dengan maz Fariz berjalan baik-baik saja, tidak ada pertengkaran maupun perselisihan walaupun keadaannya kami belum bisa melaksanakan kewajiban sebagai suami istri yang sebenarnya.
               Entah terbuat dari apa hati mas fariz itu, hingga hatinya sangatlah lembut. Perhatian-perhatian yang dia curahkan padaku tak pernah ada habisnya. Kelembutan sikap serta santun tutur katanya mengisyaratkan kesabaran yang sungguh luar biasa, apalagi menghadapi sikapku. Dia tak pernah mengeluh padaku, dia tak pernah marah sekalipun kadang aku melakukan kesalahan. Dia selalu memberiku nasihat dengan sikap lembutnya yang tidak membuatku tersinggung. Tapi kenapa hatiku belum bisa menerima kehadiran mas Fariz di kehidupanku, kenapa aku belum bisa mencintainya. maafkan aku mas Fariz.
***

               Ku gelar sajadah panjang, sepertiga malam bagi orang-orang yang merindukan kedekatan dengan Sang Maharaja. Di sepertiga malam itu pun ku panjatkan doa, ku haturkan dzikir serta ku curahkan segala perasaanku. Tak terasa ada rembesan air yang keluar dari kelopak mataku mengingat akan kekhilafanku. Kalam – kalam illahi mengantarkanku hingga menjelang shubuh. Dan kulanjutkan dengan sholat shubuh.
               Mentari di ufuk timur telah memacarkan rona kemerahannya, kicau burung mengantarkan angin kesejukan untuk insan manusia di dunia ini. Secercah harapan dan doa yang hanya Tuhan dan aku yang tau, berharap semua kan terwujud.
***

               Mataku tertuju pada sesuatu yang janggal, merasa aneh dengan keadaan kamarku. Ada benda-benda yang tak mungkin bisa sendirinya ada di sini. Kulihat sekeliling kamar, begitu semua ada perubahan. Warna-warni bunga bertaburan di ranjangku, ada mawar putih yang membentuk hati di sekitar taburan mawar merah. Sungguh indah, bahkan sangat indah dan menakjubkan. Di sisi lain terpajang sketsa wajahku yang dibubuhi nama kecilku “RiRi”. Siapa yang melakukan ini, siapa yang membuat keajaiban ini. Sungguh luar biasa, tak pernah sekalipun kubayangkan tentang moment seperti ini. Mungkinkah mas Fariz...?????? Tapi dia bilang dia sedang ada rapat dan mungkin akan pulang terlambat hingga malam nanti, lalu siapa yang telah mempersiapkan ini.
               Di tengah –tengah hati buatan dari mawar putih itu tegeletak secarik kertas berwarna pink, entah kertas apa itu. Karena penasaran aku segera mengambilnya dan kubaca. Hanya satu kalimat yang aku belum tau apa maksudnya. Hanya tertulis sebuah kalimat “ pergi ke kebun belakang, aku menunggumu” secarik kertas itu lalu kutinggalkan.
               Subhanallah, kejutan apalagi ini. Cahaya lilin menghiasi rentetan jalan yang menuju pada satu titik. Mas Fariz dengan seikat bunga mawar merah menungguku di meja yang dihiasi lilin indah...sungguh kejutan yang membuatku tak bisa berkata-kata, hanya ulasan senyum yang selalu berkembang di bibirku ini. Perlahan kutelusuri jalan setapak yang indah ini.
               “happy brithday dek, selamat ulang tahun mentari.” seikat bunga itu pun dipersembahkan mas Fariz padaku seraya menyilahkan aku duduk.
               Kini aku hanya berdua dengan mas Fariz, ditemani temaram cahaya lilin dan sinar bulan. Perasaanku menjadi tak menentu, sebuah kebahagiaan yang baru kutemukan setelah sekian lama aku merindukannya. Ada secercah cahaya hangat yang menerobos masuk dalam relung hatiku saat kutatap wajah mas Fariz. Rasa apakah ini, setelah bertahun-tahun tak pernah ku rasakan lagi.
               “gimana dek, kamu senang dengan ini. Mas sengaja buat ini untuk hadiah ulang tahunmu. Maaf mas belum bisa memberikan yang lebih dari ini.”mas fariz menggenggam tanganku dan mengecup punggung tanganku.
               Setetes embun yang keluar dari mataku pun jatuh perlahan, dengan senyum yang masih berkembang ku ucapkan terimakasih.” Terima kasih mas, ini hadiah terindah yang pernah adek dapat. Dan ini sudah lebih dari apa pun. Terima kasih mas.”
               Malam ini adalah malam terindah yang pernah aku rasa, kebahagiaan yang dulu sempat hilang kini hadir kembali, dan perasaan itu ada yang berubah. Mungkinkah ini jawaban atas doa-doaku. Amien..semoga saja...!!!
               Kini hari-hariku terasa lain, sejak kejutan malam itu aku merasakan sesuatu yang lain pada diriku, apalagi saat aku berhadapan dengan mas Fariz. Dulu biasa saja saat aku melihat matanya, tapi kini sungguh lain. Hatiku berdebar-debar saat mas menggenggam tanganku, aku juga merasa grogi saat berhadapan langsung dengan mas Fariz. Kenapa ini ??? Ada apa denganku, mungkinkah aku jatuh cinta......????
               Tak tau pasti apa yang aku rasakan terhadap mas Fariz, namun yang pasti rasaku sudah tak seperti dulu lagi. Tak acuh lagi saat dia sibuk dengan kegiatannya, sangat mengkhawatirkannya saat dia pulang terlambat. Dan selalu menyiapkan apa yang mas Fariz butuhkan. Semua itu ku lakukan dengan senang hati, tak ada rasa beban lagi. Dan sejak malam itu, aku dan mas Fariz sudah melunasi kewajiban sebagai suami istri. Mungkinkah ini kebahagiaan menikah seperti yang kebanyakan orang katakan. Entahlah, tapi saat ini aku merasa begitu sangat bahagia dan nyaman.
***

               Hari ini ulang tahun mas Fariz, dan aku akan memberikan kejutan yang luar biasa. Hadiah ini pasti akan membuat mas fariz bahagia. Karena hadiah ini adalah anugerah yang Allah berikan. Tiga bulan sudah usia kehamilanku, sengaja tak ku beritahu maz Fariz karena aku ingin memberikan kejutan pada hari ulang tahunnya. Buah cinta yang kami dambakan, setelah ku bisa mencintai mas Fariz dengan segenap hati. Ketulusan dan kesabaran mas Fariz telah merubah segalanya. Cintanya kini mengisi relung hatiku, penuh dengan untaian doa kebahagiaan.
               Semua pernak-pernik dan tetek bengek untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun mas Fariz sudah ku siapkan, sempurna semuanya perfect. Pasti mas fariz akan terkejut dan bahagia sekali saat melihat bukti test kehamilanku di kantung baju tidurnya. Setelah sebelumnya ku persiapkan kejutan lainnya, makan malam dengan masakan spesial kesukaan mas Fariz yang kini telah terhidang rapi di meja makan.
               Tak sabar aku menunggu kedatangan mas Fariz, sudah ku tanya dia kapan akan pulang dari kantor dan dia bilang sebentar lagi. Jantungku berdetak lebih kencang, menunggu kedatangan sang pujaan hati tiba.
               Namun selang sejam dari kabar yang dia beritahukan mas Fariz tak kunjung datang. Timbul perasaan was-was takut terjadi apa-apa. Tanpa berfikir panjang langsung kuraih ponsel yang ada di sakuku dan ku hubungi mas Fariz.
               “assalamualaikum mas Fariz.” suaraku menyapa mas Fariz
               “Waalaikum salam dek, “ terderang suara mas Fariz di seberang sana.
               “mas kenapa sampai malam gini mas belum juga pulang” tanyaku merasa khawatir.
               “maaf dek, tapi mas ada tugas tambahan dari bos dan belum sempat mengabari adek. Maaf ya dek. Hmm mungkin sebentar lagi pekerjaan ini selesai dan mas bisa pulang. Maaf ya dek sudah mengkhawatirkan adek.” lembut suara mas fariz menentramkanku, membuatku tenang akan keadaan mas Fariz. Rupanya pekerjaan yang membuatnya terhambat pulang dari kantor, semoga dia baik-baik saja.
               “oh ya sudah mas, adek kira mas kenapa-kenapa. Adek sempat khwatir banget sama mas. Tapi sekarang adek sudah bisa lega tau mas baik-baik saja. Ya sudah kalau gitu, selamat bekerja, hati-hati dan cepat pulang ada sesuatu yang ingin adek berikan. Assalamualaikum mas”kataku mengakhiri pembicaraan
               “waalaikum salam, jaga diri adek baik-baik” suara mas fariz menutup telepon.
               Terdengar sedikit aneh, tak biasa-biasanya mas fariz berbicara sedatar itu. Seperti tak ada gairah. Sempat berfikir aneh, tapi segera kusingkirkan fikiran itu karena aku tak ingin merusak suasana dan aku sebagai seorang istri harus bisa berprasangka baik terhadap suaminya.
***

               “hallo bisa bicara dengan ibu mentari.” suara di seberang telpon itu membuatku penasaran.
               “iya benar, saya mentari. Ada apa ya pa...???? dan kenapa” tanyaku pada penelpon yang tidak ku kenal itu.
               “cepat segera ibu ke rumah sakit Medica, pa Fariz mengalami kecelakaan.”
               Deg. kenapa ini. Benarkah apa yang sudah aku dengar tadi. Mas Fariz, ada apakah engkau, kenapa engkau hingga seseorang mengabarkanku mas sudah di rumah sakit. Baru satu jam tadi kau berbicara padaku, berjanji akan segera pulang setelah pekerjaan itu selesai. Tapi kenapa sekarang aku yang harus menjemputmu, dan itu di rumah sakit... ada apa denganmu mas.
***

               Kamar ICU itu terlihat lengah, senyap tak ada suara walau aku liat ada banyak orang di situ. Dan kenapa semua orang menatapku pilu, ada apa denganku. Salah satu rekan kerja mas Fariz yang kebetulan perempuan langsung memelukku erat, menangis di pelukkanku. Aku sungguh tak tau ada apa ini. Dengan suara yang masih terisak perempuan ini berbicara lirih. “ yang sabar ya mba mentari, mba harus bisa menerima ini semua.” Keadaan ini membuatku semakin tidak mengerti, sebenarnya ada apa.
               “ada apa ini.” tanyaku datar pada semua orang yang ada di situ. Ku tau perasaanku kini sudah tak menentu lagi. Namun semua hanya terdiam tak ada yang berani menatapku, semua hanya larut dalam kediamannya itu. “ada apa ini, cepat katakan”tanyaku sekali lagi dengan nada agak keras.
               “ada apa dengan mas Fariz, kenapa mas Fariz. Kenapa semua diam. Cepat katakan.” ku goyang-goyangkan kerah baju lelaki yang ku tau adalah rekan kerja mas fariz, namun sekali lagi lelaki itu hanya diam saja. “ hei...ada apa...kalian itu tuli ya...kenapa semua diam”aku semakin tak karuan, berteriak-teriak bertanya pada semua orang yang membisu terpatung. Dan lagi-lagi perempuan itu memelukku. ”sabar mba, coba tenang” diucapnya lirih.
               Seketika itu aku lihat seorang perawat keluar dari ruangan ICU dengan mendorong ranjang yang di atasnya terdapat sosok manusia tergeletak dengan tertutup selimut putih. Tepat di hadapanku, selimut itu tersingkap seolah ingin memberitahukan siapa yang sedang diselimutinya. Terlihat wajah teduh, dengan raut ketenangan tertutup matanya. Masih terukir jelas senyum di bibirnya. Akupun mendekati sosok manusia itu.
               “siapa ini pa...kenapa mirip sekali dengan suamiku. Kenapa dengannya. ”tanyaku dengan polos, walaupun setetes airmata tlah mulai tumpah.
               Perawat itu hanya bisa diam, namun perempuan tadi membisikiku lirih, “ itu mas Fariz mba. Dia telah tiada. Mba harus tabah ya...” aku hanya terdiam, dan kupandangi lagi lekat sosok lelaki itu. Semakin lekat hingga tumpahlah sudah airmata yang sedari tadi aku tahan. Sosok itu, terlihat teduh dengan senyuman yang menghiasi wajahnya adalah suamiku, mas fariz yang kata perempuan tadi telah tiada.
               Ya Allah, kenapa ini...apa maksud ini semua. Seolah tak percaya aku peluk mas Fariz, kuciumi keningnya berharap dia bangun kembali. Tapi semakin ku peluk sosok itu hanya terdiam membisu. Ya Allah...suamiku tercinta..ada apa ini mas...mas fariz...kenapa engkau pergi begitu cepat, kenapa engkau meninggalkanku dan buah cintamu tanpa kau tau sebelumnya. Kenapa mas.
               Bulir-bulir airmata ini terus tumpah menyeruak membahasi wajahku, aku tak berdaya. Tubuhku terasa begitu lemas, ingin rasanya aku berteriak, tapi aku begitu lemah. Untuk berkata saja aku sudah tak sanggup lagi.
               Hari ini kusaksikan kejutan lagi yang kau buat untukku, tapi bukan kejutan yang buatku bahagia seperti dulu lagi melainkan kesedihan yang mendalam kau tinggalkan.
***

               Kecelakaan tragis yang membuat nyawamu tak bisa tertolong, membuatmu terpisah jauh denganku. Bagaimana bisa semua ini terjadi begitu cepat, padahal sebelumnya aku sempat berbicara denganmu. Kejutan ini, yang seharusnya kau tau tak sempat kuberikan. Buah cinta yanng kini ada dikandunganku semakin membesar, sama seperti perasaan rinduku terhapadmu yang semakin besar. Mas Fariz, kamu hadir saat ku tak punya cinta, tapi mengapa kau pergi saat ku mencintaimu. Selamat jalan Mas Fariz...hati ini akan selalu untukmu...dan akan kujaga buah cinta ini hingga kelak dia tau bahwa dia punya sosok seorang ayah yang sangat ibu cintai.

The End